Selamat Datang Di Blog BEM Fakultas Hukum Univ. Widya Gama Mahakam Samarinda

kami berharap anda memberikan saran dan kritikan kepada kami

Selasa, 11 Januari 2011

Pengertian, Ruang Lingkup dan Proses Praperadilan di Indonesia

Pengertian, Ruang Lingkup dan Proses Praperadilan di Indonesia

Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun merupakan pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan kata lain baik secara preventif maupun represif. Hanya saja yang menjadi permasalahan adalah terkadang terdapat tindakan – tindakan yang justru tidak sesuai dengan prosedur yang ada
Praperadilan sebagai salah satu proses hukum yang dapat diupayakan dalam suatu proses hukum haruslah dilaksanakan sesuai dengan prosedur. Namun dalam kenyataannya praperadilan masih menimbulkan masalah tersendiri. Masing – masing pihak yang berperkara memiliki agumen tersendiri yang menyatakan bahwa dirinya adalah pihak yang benar.
Praperadilan yang bersifat sebagai “peradilan awal” sebelum benar – benar masuk dalam ruang lingkup peradilan yang sesungguhnya haruslah dimengerti secara menyeluruh. Baik secara pengertian, ruang lingkup maupun proses peradilan itu sendiri.
2.1 PENGERTIAN PRAPERADILAN
Praperadilan, dalam istilah hukum Indonesia, adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus tentang:
• Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atau permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasa tersangka;
• Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
• Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa persoalan praperadilan telah menjadi wewenang pengadilan negeri selain memeriksa dan memutuskan perkara pidana dan perdata. Persoalan praperadilan ini menjadi bagian dari tugas dan wewenang Pengadilan Negeri yang tidak boleh ditangani oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan lain.
Namun hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa proses acara praperadilan bukanlah sebagian dari tugas memeriksa dan memutuskan perkara tindak pidananya itu sendiri, Oleh karena itu putusan praperadilan walaupun yang mencakup sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan juga bukan merupakan atau yang dapat digolongkan sebagai putusan akhir walaupun dapat dimintakan banding. Putusan akhir mengenai hal tersebut ada pada Pengadilan Negeri. Oleh karenanya, apapun yang diputus oleh praperadilan adalah yang khas, spesifik, dan mempunyai karakter sendiri, sebab disini hakim hanya mempunyai tugas dan wewenang sebagai sarana pengawasan secara horisontal demi penegakan hukum, keadilan dan kebenaran.
Sifat praperadilan tersebut akan berfungsi sebagai pencegahan terhadap upaya paksa sebelum seseorang diputus oleh Pengadilan, pencegahan yang dimaksud disini dapat berupa pencegahan terhadap tindakan yang merampas hak kemerdekaan setiap warga negara serta pencegahan terhadap tindakan yang melanggar hak asasi tersangka atau terdakwa, agar segala sesuatunya berjalan atau berlangsung sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan aturan.
2.2 RUANG LINGKUP PRAPERADILAN
Menurut KUHAP, yang termasuk dan menjadi lingkup praperadilan meliputi perkara :
a. Sah atau tidaknya penangkapan;
b. Sah atau tidaknya penahanan;
c. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan;
d. Sah atau tidaknya penghentian penuntutan
e. Ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya
dihentikan pada tingkat penyidikan;
f. Ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya
dihentikan pada tingkat penuntutan;
g. Rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada
tingkat penyidikan
h. Rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada
tingkat penuntutan.
Adapun alasan-alasan sahnya untuk penghentian penyidikan adalah sebagai berikut :
1. Tidak terdapat cukup bukti, dalam arti tidak dapat ditemukan alat-alat bukti sah yang cukup. Artinya alat-alat bukti seperti yang dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa, tidak terpenuhi ataupun alat-alat bukti minimum dari tindak pidana tersebut tidak dapat dijumpai, diketemukan dan tidak tercapai.
2. Peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana, artinya bahwa dimana penyidik berpendapat, peristiwa yang semula dianggap sebagai tindak pidana namun kemudian secara nyata bahwa peristiwa itu bukanlah suatu tindak pidana, maka kemudian penyidik menghentikan penyidikan atas peristiwa tersebut.
3. Penyidikan dihentikan demi hukum karena berdasarkan undang-undang memang tidak dapat dilanjutkan peristiwa hukum tersebut, misalnya dalam hal ini antara lain tersangka meninggal dunia, terdakwa sakit jiwa, peristiwa tersebut telah diputus dan memiliki kekuatan hukum tetap,serta karena peristiwa hukum tersebut telah kadaluasa.
Berbicara mengenai subjek hukum, yang termasuk dalam subjek hukum praperadilan adalah setiap orang yang dirugikan. Untuk sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya yaitu untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui sarana pengawasan secara horisontal.
Adapun subjek hukum yang dimaksud diatas adalah sebagai berikut :
1. Yang berhak mengajukan upaya praperadilan untuk memeriksa sah tidaknya upaya paksa, tuntutan ganti kerugian, dan permintaan rehabilitasi adalah
a. Tersangka
b. Keluarga tersangka
c. Ahli waris tersangka
d. Kuasa hukum tersangka
e. Pihak ketiga yang berkepentingan
2. Yang berhak mengajukan upaya gugatan pra peradilan untuk sah tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan adalah
a. Penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan
b. Penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan
3. Yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan adalah
a. Saksi korban tindak pidana
b. Pelapor
c. Organisasi non pemerintah dan LSM, yang mana ini dimaksudkan untuk memberi hak kepada kepentingan umum terkait tindak pidana korupsi, lingkungan, dll. Untuk itu sangat layak dan proporsional untuk memberi hak kepada masyarakat umum yang diwakili organisasi non pemerintah dan LSM.
Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, dan seperti yang tercantum dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 butir 10 KUHAP bahwa “praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan, dan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan” dan yang paling penting yang perlu diperhatikan mengenai proses praperadilan adalah pada saat proses pemeriksaan praperadilan dipimpin oleh seorang hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh Panitera. Pemeriksaan perkara praperadilan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya.
Apabila diperinci maka wewenang hakim dalam praperadilan adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengujian terhadap sah atau tidaknya suatu penangkapan
2. Melakukan pengujian terhadap sah atau tidaknya suatu penahanan
3. Melakukan pengujian terhadap sah atau tidaknya suatu penghhentian penyidikan
4. Melakukan pengujian terhadap sah atau tidaknya penghentian auatu penuntutan
Lebih dari itu hakim praperadilan mempunyai wewnang untuk :
5. Menetapkan ganti rugi dan atau rehabilitasi terhadap mereka yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
DAFTAR PUSTAKA
Loqman, Loeby.1987, Praperadilan Di Indonesia, Galia Indonesia , Jakarta
…………, 1984, Kekuasaan kehakiman dan wewenang untuk mengadili. Galia Indonesia. Jakarta
Kaligis, O.C, SH. 1983. Praperadilan Dalam Praktek, Erlangga, Jakarta.
Nasution, Adnan Buyung. 1981. Bantuan Hukum di Indonesia. L.P.3 E.S, Jakarta
………….., Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana